Pendapat Ulama Tentang Pernikahan Beda Agama

Pernikahan beda agama dianggap sebagai hal yang tabu diyakini masyarakat dilarang oleh hukum Islam, karena jika terjadi hubungan suami istri yang berbeda agama maka hubungan tersebut dianggap zina. Hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim pun meminta seorang pria untuk menikahi wanita karena agamanya, wanita yang shalihah dan taat akan semua perintah Tuhan-Nya serta menjauhi segala larangan-Nya. Dalam KHI (Kompilasi Hukum Islam) Pasal 40 pun dilarang adanya pernikahan beda agama. Pasal 40 tersebut berbunyi: “Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita karena keadaan tertentu: a) karena wanita yang bersangkutan masih terikat satu perkawinan dengan pria lain, b) seorang wanita yang masih berada dalam masa iddah dengan pria lain, c) seorang wanita yang tidak beragama Islam.”

Sudah jelas bahwa pernikahan beda agama, selain dilarang oleh agama Islam juga dilarang oleh KHI yang berlaku di Indonesia. Mengapa masih banyak masyarakat yang menentang peraturan tersebut? Tidak jarang kalangan selebritis melangsungkan pernikahan beda agama di luar Indonesia agar diperbolehkan dan kembali ke Indonesia lagi setelah pernikahannya dilegalkan oleh pihak luar Indonesia. Terkait pernikahan beda agama yang terbaru ini, Pengadilan Negeri Surabaya mengabulkan permohonan nikah beda agama dengan dalih menghindarkan dari perbuatan “kumpul kebo” juga pertimbangan-pertimbangan lainnya dari hakim yang mengabulkan permohonan tersebut. Pertimbangan hukum apa saja hingga membuat seorang hakim mengabulkan permohonan pernikahan beda agama? Berita yang beredar menjelaskan pasangan yang mengajukan permohonan pernikahan beda agama di Pengadilan Negeri Surabaya, diketahui pria berinisial RA yang beragama Islam menikah dengan wanita berinisial EDS yang beragama Kristen. Mereka telah melangsungkan pernikahan sesuai dengan adat agama masing-masing, namun saat mendaftarkan pernikahan di catatan sipil diminta penetapan dari Pengadilan. Itulah sebabnya pasangan tersebut mohon penetapan pernikahan beda agama di Pengadilan Negeri Surabaya dan dikabulkan.

Pernikahan beda agama yang dilarang oleh agama dan negara ini tidak serta merta hanya dijadikan sebuah larangan, namun ada beberapa pendapat ulama yang dirangkum dalam laman Kementerian Agama Kantor Wilayah Provinsi Banten, disebutkan bahwa: “Selain tidak akan tercapainya kebahagiaan yang hakiki dalam rumah tangga, perkawinan beda agama akan menimbulkan berbagai ekses yang berkepanjangan di kemudian hari, contohnya:

  1. Melahirkan Keturunan Yang Tidak Jelas Nasabnya; karena pernikahan beda agama tidak sah menurut hukum Islam, maka keturunan yang terlahir dari pasangan tersebut disebut anak garis Ibu, artinya dia terputus Nasabnya dari Bapaknya yang memproses secara biologis. Jika kemudian terlahir anak perempuan dari pernikahan beda agama, kemudian anak perempuan ini beragama Islam sedangkan Bapaknya beragama lain, maka dia tidak bisa diwalikan oleh Bapak. Apabila dipaksakan Bapak biologisnya menjadi wali nikah, maka pernikahan anak tersebut tidak sah. Dan pernikahan yang tidak hanya akan sah melahirkan hubungan suami istri yang tidak sah atau disebut “zina”.
  2. Terputusnya Hak Waris; dalam agama Islam, salah satu penyebab seseorang tidak bisa mendapatkan harta waris (terputus hak warisnya) yaitu perbedaan agama antara pewaris dan ahli waris. Dikhawatirkan, ini bisa menimbulkan konflik (perebutan harta waris) yang berkepanjangan jika terdapat beberapa ahli waris yang berbeda agama dalam sebuah keluarga.
  3. Membuat Ketidakpastian Dalam Memilih Agama; biasanya orang tua yang berbeda agama cenderung memberikan kebebasan memilih agama kepada anak-anaknya. Kebebasan ini justru sebenarnya akan menjadi beban psikologis terhadap anak-anak mereka, karena:
  • Seorang anak yang belum mencapai kematangan berpikir dan tidak memiliki wawasan keagamaan, sesungguhnya akan membuat mereka bingung dalam menentukan pilihan agamanya. Hal inilah yang kemudian membuat mereka hidup dalam ketidakpastian dan selalu diliputi keraguan.
  • Beban psikologis besar juga akan dirasakan oleh anak yang terlahir dari pernikahan beda agama ketika mereka mempertimbangkan perasaan salah satu dari orang tuanya, akankah ikut menganut agama Bapak atau Ibu. Hal ini tentu tidak dapat diremehkan walaupun kedua orang tua telah memberi kebebasan dalam menganut agama, tetap anak merasa bimbang dalam menentukan pilihannya.
  • Yang paling dikhawatirkan yaitu ketika anak selalu merasa bimbang dan kebingungan dalam menganut agama, pada akhirnya anak tersebut merasa “bodo amat” terhadap pentingnya menganut agama yang diyakini baik, justru mereka lebih memilih untuk hidup bebas seperti orang-orang yang tidak beragama.

Itulah pendapat ulama yang bisa dijadikan gambaran jika kita melakukan pernikahan beda agama, Islam sendiri melarang pernikahan beda agama bukan semata-mata tanpa sebab, namun pendapat ulama diatas mampu memberikan dampak dari pernikahan beda agama yang berkepanjangan bagi generasi maupun keturunan selanjutnya.

Leave a Comment