Sengketa Warisan, Ibu dan Anak Saling Lapor Kepolisian di NTB
Sengketa waris merupakan salah satu sengketa yang sering terjadi di Indonesia karena banyaknya cara dan ilmu yang digunakan untuk pembagian warisan seperti pembagian menurut islam, pembagian secara perdata, dan pembagian secara adat. Harta warisan meliputi seluruh harta aktiva maupun pasiva pewaris yang dalam Pasal 833 dan Pasal 955 KUHPerdata hanya dijelaskan pengalihan harta aktiva, tetapi dalam doktrin hal ini ditafsirkan meliputi harta pasiva juga. Adanya sengketa dalam pembagian harta warisan dapat diajukan dengan gugatan ke Pengadilan, sebagaimana yang diatur dalam pasal 834 KUHPerdata yang menyatakan ahli waris berhak mengajukan gugatan untuk memperoleh warisannya terhadap orang yang memegang besit (benda) atas seluruh atau sebagian warisan itu dengan alas hak maupun tanpa alas hak, demikian pula terhadap mereka yang dengan licik telah menghentikan besitnya. Sehingga dapat dipahami bahwa siapapun yang merasa memiliki kedudukan sebagai ahli waris berhak mempertahankan hak warisnya hingga melakukan upaya hukum atas hak tersebut.
Dalam kasus ini sengketa warisan terjadi antara ibu dan anak yang melaporkan satu sama lain ke polisi karena merasa dirugikan atas pembagian warisan. Suami Ibu Kalsum meninggal dunia dan meninggalkan 1 orang istri yaitu Ibu Kalsum dan 1 orang anak laki laki bernama Mahsun, keluarga ini semuanya beragama Islam. Harta warisan yang ditinggalkan adalah berupa tanah seluas 4.000 meter persegi dan dijual oleh Mahsun senilai Rp 240.000.000. Dari hasil penjuala itu, Ibu Kalsum hanya diberikan sepeda motor senilai Rp 15.000.000. Sepeda motor yang berada dalam penguasaan Ibu Kalsum dipinjamkan ke sanak saudara lainnya dan tidak hanya dipakai oleh Ibu Kalsum sendiri, tetapi penguasaan BPKB dipegang oleh Mahsun. Mahsun merasa tidak suka sepeda motor pemberiannya dipakai sanak saudara lain dan melaporkan Ibu Kalsum ke Kasat Reskrim Polres Lombok Tengah, NTB dengan alasan penggelapan, agar dapat meminta kembali sepeda motor tersebut. Polres Lombok Tengah kemudian menyelesaikan perkara tersebut dengan cara kekeluargaan dengan alasan kemanusiaan. Setelah laporan Mahsun diselesaikan secara kekeluargaan, Ibu Kalsum akhirnya juga melaporkan anaknya karena telah melakukan pencemaran nama baik dengan mendalilkan Ibu Kalsum menggelapkan sepeda motor yang dibelikan oleh Mahsun melalui media online dan melakukan penggelapan terhadap harta warisan. Namun ternyata ditemukan fakta lain yaitu setelah membelikan sepeda motor seharga Rp 15.000.000, Mahsun meminjam uang dengan jumlah yang sama sehingga dapat dianggap bahwa uang pembelian sepeda motor tersebut merupakan uang pribadi Ibu Kalsum bukan hasil pembagian harta warisan suaminya yang dikuasai oleh Mahsun. Selain melaporkan ke kepolisian, pihak Ibu Kalsum akan menggugat secara perdata untuk menyelesaikan sengketa waris agar memiliki kepastian hukum dalam pembagian warisan.
Untuk menyelesaikan sengketa ini, maka harus dilakukan dengan cara hukum islam karena para pihak beragama islam dan tunduk pada hukum islam sehingga pembagian harta warisannya menggunakan ilmu faraid. Ilmu faraid adalah ilmu untuk mengetahui dengannya siapa yang berhak mendapat waris, siapa yang tidak berhak, dan berapa ukuran untuk setiap ahli waris. Dalam ilmu faraid dijelaskan bahwa anak laki laki adalah ahli waris Ashobah Binafsih yaitu mendapatkan seluruh sisa bagian harta warisan setelah dibagi ke ahli waris lain yang berhak yang dalam perkara ini adalah istri pewaris. Ilmu Faraid adalah ilmu yang dasarnya ada dalam Al Quran, Sunnah, Ijmak dan Ijtihad serta dari kitab kitab fikih yang menjadi pedoman bagi hakim dilingkungan pengadilan agama sebagai hukum terapan dalam menyelesaikan perkara, dimana dalam QS AN Nisa ayat 11 yang mengandung arti “Allah mengisyaratkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu; bagian anak laki-laki sama dengan dua bagian anak perempuan…”. Terkait firman tersebut Akhmad Arif memberikan beberapa catatan berdasarkan tafsir. Pertama, bahwa terdapat kata yang artinya mewajibkan dan kata jamak dari anak, baik anak laki-laki maupun anak perempuan. Kedua, Allah Swt. menjadikan bagian anak laki-laki dua kali lipat dari anak perempuan, sebab tanggung jawab anak laki-laki lebih banyak dibandingkan anak perempuan. Di antaranya menafkahi dirinya, anak-anaknya, istrinya, dan kerabat yang berada di bawah tanggung jawabnya. Sedangkan anak perempuan tidak demikian. Sedangkan bagian warisan bagi istri adalah ¼ jika tidak memiliki anak atau cucu, atau 1/8 jika memiliki anak yang berhak mewarisi. Perlu dicari apakah pewaris memiliki saudara laki laki atau saudara perempuan, jika tidak memiliki saudara atau orangtua maka pembagian warisnya secara islam adalah Ibu Kalsum sebesar 1/8 x Rp 240.000.000 = Rp 30.000.000, dan bagi Mahsun karena ahli waris ashobah maka Rp 240.000.000 – Rp 30.000.000 = Rp 210.000.000.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Mahsun menghalangi ahli waris lain atas haknya dan Ibu Kalsum berhak mengajukan gugatan secara perdata untuk mengambil haknya sesuai pembagian secara faraid.