Mengapa Harus Mengajukan Dispensasi Nikah?

Pernahkah kalian mendengar istilah “Dispensasi Nikah”? Belakangan ini beberapa daerah di Indonesia mengajukan permintaan terkait dispensasi nikah. Apa sih dispensasi nikah itu? Dispensasi Nikah merupakan pemberian hak kepada seseorang untuk menikah meski belum mencapai batas minimum usia pernikahan. Artinya, seseorang boleh menikah diluar ketentuan itu jika dan hanya jika keadaan “menghendaki” dan tidak ada pilihan lain (ultimum remedium). Dalam UU Perkawinan terbaru “penyimpangan” dapat dilakukan melalui pengajuan permohonan dispensasi oleh orang tua salah satu atau kedua belah pihak calon mempelai. Bagi pemeluk agama Islam menjadi kewenangan Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri bagi pemeluk agama lain.

Alasan untuk mengajukan dispensasi nikah pun harus benar-benar dibuktikan dan tidak sekedar klaim. Dalam UU Perkawinan yang baru, telah berusaha mengakomodir dengan keharusan adanya bukti-bukti yang cukup, diantaranya surat keterangan tentang usia kedua mempelai yang masih dibawah ketentuan UU dan surat keterangan tenaga kesehatan yang mendukung pernyataan orang tua bahwa perkawinan tersebut mendesak untuk dilakukan. Di samping itu juga, perihal orang tua mempelai jika sebelumnya yang dimintai keterangan oleh hakim hanya terbatas pada pemohon (yang mengajukan dispensasi) pada UU Perkawinan yang baru ini hakim wajib mendengar keterangan kedua mempelai yaitu pemohon dan juga keterangan dari calon besan.

Bagaimana dasar hukum dispensasi nikah yang berlaku di Indonesia? Berdasarkan ketentuan Pasal 7 Ayat (2) Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disebutkan, “Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) Pasal ini dapat meminta dispensasi kawin ke Pengadilan Agama atau Pejabat lain yang berwenang ditunjuk oleh salah satu kedua orangtua pihak pria maupun pihak wanita.”  Mengenai halnya dengan permohonan dispensasi kawin Pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang No 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama, menyatakan bahwa “Permohonan dispensasi kawin dapat diajukan berdasarkan daerah hukum tempat tinggalnya Pemohon yang terletak di Kabupaten/Kota.” Ketentuan yang sama juga dijelaskan dalam Pasal 12 dan Pasal 13 Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 1975 mengenai Ketentuan Batas Usia Pernikahan, apabila usianya belum mencapai usia minimal pernikahan dapat memohon dispensasi kawin ke Pengadilan Agama.

Berdasarkan Undang-Undang diatas yang membahas tentang dispensasi nikah, lantas apa tujuan pemberlakuan dispensasi nikah dalam Undang-Undang tersebut? Pasal dispensasi nikah  ini merupakan suatu bentuk antisipasi kedepannya apabila terjadi keadaan darurat dan terpaksa harus melakukan perkawinan meskipun usia anak tersebut kurang mencukupi. Pemerintah memunculkan pasal ini sebagai wujud untuk mengantisipasi peristiwa buruh dikemudian hari. Oleh karena itu pemerintah memiliki tujuan untuk pemberlakuan dispensasi nikah dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, sebagai berikut:

  1. Rumusan pasal ini sudah ada sejak lama sehingga pembuat rancangan Undang-Undang perkawinan hanya mengadopsi aturan tersebut tanpa pertimbangan yang matang serta alasan yang mendukung berlakunya dilakukan upaya dispensasi nikah.
  2. Pemerintah tidak ingin membatasi hak seseorang untuk menikah terlebih lagi individu tersebut telah mampu untuk melangsungkan pernikahan.
  3. Karena penduduk Indonesia mayoritas umat Islam sehingga beberapa ajaran mengenai Islam mempengaruhi sosial-politik dalam hukum perkawinan dan juga sebagai antisipasi darurat untuk melegalkan suatu hubungan agar tidak terjadi hal-hal yang menimbulkan suatu kerugian pada kemudian hari.

Hakim di Pengadilan yang telah mengadili permohonan dispensasi nikah tentu memiliki alasan tersendiri, apa saja alasan hakim dalam mengadili dispensasi nikah tersebut? Berikut alasannya :

  1. Pertimbangan hakim dalam memutuskan penetapan dispenasi nikah adalah dengan memperhatikan tidak ada larangan perkawinan sesuai dengan Pasal 8 Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.
  2. Berdasarkan asas kemanfaatan bahwa hakim harus mempertimbangan aspek kemanfaatan terhadap putusan-putusan hukum yang ia buat, apabila hakim mengabulkan dispensasi umur perkawinan berdasarkan kemaslahatan, maka hakim berhak mengabulkan permohonan dan mengizinkan perkawinan itu dilaksanakan meskipun ada kepastian hukum.
  3. Berdasarkan pertimbangan Pasal 7 Ayat (1) dan (2) UU No. 16 tahun 2019 Najwa Perkawinan hanya diizinkan jika, pihak pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun, akan tetapi dalam hal terjadi penyimpangan maka dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan dengan alasan yang sangat mendesak disertai bukti-bukti pendukung yang cukup.
  4. Mempertimbangkan berdasarkan fakta persidangan yang telah terungkap bahwa anak para Pemohon masih dibawah umur serta masih berkeinginan untuk mengembangkan diri menuju kedewasaan dan kepribadian yang matang sehingga kelak dalam menjalani perkawinan dapat menjadi ibu rumah tangga yang baik dan bertanggungjawab menjaga keberlangsungan rumah tangga yang baik.

Leave a Comment