Tren “Childfree” di Indonesia. Bagaimana Hukumnya?

Siapa yang tak kenal dengan Gita Savitri? Seorang youtuber muslim asal Indonesia yang bertempat tinggal di Jerman bersama suaminya, Paul Andre Partohap. Pasangan yang telah menikah selama 3 tahun ini mebuat keputusan untuk tidak memiliki anak (childfree) yang menjadi kontroversi di Indonesia. Disalah satu video youtubenya, Gita Savitra menjelaskan alasannya memilih untuk childfree. Menurutnya, memiliki anak atau tidak itu adalah sebuah pilihan hidup. Dimana memiliki anak merupakan tangung jawab yang besar. Sehingga menurut Gita Savitri harus ada rencana matang sebelum memutuskan memiliki anak. Keputusan Gita Savitri tentang hal ini menuai banyak kritik dan beberapa komentar, seperti : “Kak kalo seandainya tiba-tiba dikaruniai anak gimana perasaannya?”, dengan mengejutkan Gita Savitri menjawab pertanyaan tersebut, “Di kamus hidup gue, ‘tiba-tiba dikasih’ is very unlikely (sangat tidak mungkin),” karena menurutnya, ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk mencegah kehamilan, dan lebih gampang untuk tidak punya anak daripada punya anak. Gita Savitri menegaskan masih banyak hal preventif yang bisa dilakukan untuk tidak punya anak.

Memang benar bahwa anak merupakan tanggung jawab yang besar dan harus mempersiapkan banyak hal sebelum memutuskan memiliki anak, seperti kesiapan finansial dan mental sebagai orangtua. Terutama dalam mendidik anak. Karena orangtua merupakan pendidikan karakter anak yang utama. Bagaimana orsngtua dalam memberi contoh yang baik, bagaimana orangtua mengajarkan sopan santun. Tak jarang ketidaktahuan orangtua dalam mendidik anak menjadikan anak tersebut memiliki kepribadian yang buruk. Sehingga mendapat judgement dari masyarakat “anak nakal”. Pentingnya peran orangtua dalam pendidikan anak inilah yang seringkali menjadi ketakutan pasangan yang telah menikah untuk memiliki anak. Belum terhitumg pula finansial yang harus dikeluarkan untuk biaya hidup dan pendidikan formal sang anak.

Di Indonesia sendiri tidak mengatur terkait dengan apakah pasangan suami istri harus memiliki anak atau tidak. Namun, negara menjamin hak warga negara untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah, dengan membuat produk hukum yaitu Undang-Undang No. 16 tahun 2019 perubahan atas Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Adapun terkait perkawinan menurut agama Islam juga diatur dalam Kompilasi Hukum Islam Buku 1 tentang perkawinan.

Bagaimana pandangan Islam tentang childfree? Apabila dikaitkan dengan hak asasi, setiap orang berhak memutuskan untuk tidak memiliki anak, baik sementara ataupun seumur hidup dengan alasannya masing-masing. Dalam Islam pun tidak ada paksaan terhadap pilihan hidup manusia. Namun, konsep childfree sendiri bukanlah ajaran Islam. Dimana Rasulullah memerintahkan untuk memperbanyak keturunan Muslim dan mendidiknya dengan baik. Bahkan banyaknya dalil perintah untuk memiliki dan memperbanyak keturunan. Salah satunya adalah Q.S. Al-A’raf ayat 86 yang artinya “Dan janganlah kamu duduk di tiap-tiap jalan dengan menakut-nakuti dan menghalang-halangi orang yang beriman dari jalan Allah, dan menginginkan agar jalan Allah itu menjadi bengkok. Dan ingatlah di waktu dahulunya kamu berjumlah sedikit, lalu Allah memperbanyak jumlah kamu. Dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berbuat kerusakan.”

Adapun beberapa hal yang perlu dipertimbangkan sebelum memutuskan untuk childfree, tentu ada sisi positif dan negatifnya.

Sisi Positif :

  1. Bisa lebih fokus kepada diri sendiri dan pasangan.
  2. Tidak terbebani dalam beberapa aspek kehidupan.
  3. Tidak menambah kepadatan populasi manusia beserta efek negatifnya.

Sisi Negatif :

  1. Banyaknya pasangan mandul yang berusaha dengan berbagai cara untuk memiliki anak.
  2. Memiliki anak dan mendidiknya dengan baik adalah termasuk sunnah dalam Islam. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk menikah dan melarang keras untuk membujang dan berkata, “Nikahilah wanita yang sangat penyayang dan yang mudah beranak banyak karena aku akan berbangga dengan kalian dihadapan para nabi pada hari kiamat.” (HR. Ibnu Hibban. Lihat Al-Irwa’ no. 1784).
  3. Anak merupakan harapan ketika sudah tua, terlebih anak tersebut adalah anak yang sholih dan sholihah yang berbakti kepada orangtua. Apabila tidak anak, akan ada perasaan kesepian.
  4. Anak merupakan amal jariyah yang akan mendoakan ketika sudah meninggal.
  5. Menurunkan rasa percaya diri dalam kelompok. Karena perbedaan peran dan dinamika kehidupan.

 

Leave a Comment